Sukarno & PKI Dalang Peristiwa G30S


(Sumber : Hadi Putra-https://web.facebook.com/groups/796199410873743/permalink/800029393824078/)

Sukarno & PKI Dalang Peristiwa G30S.

Jakarta, bapakpembangunan.com-Kronologi Singkat Peristiwa G30S. Peristiwa G30S berawal dari informasi yg dibawa Subandrio dari Mesir pada tanggal 15 Mei 1965 tentang adanya Dewan Jenderal (Dokumen Gilchrist). Lalu Sukarno menanggapi dgn serius karena bisikan PKI/Aidit sbg penasehat. Pada tanggal 26 Mei 1965, Sukarno memanggil para Menteri Panglima Angkatan untuk meminta kejelasan tentang adanya Dewan Jenderal. Pada kesempatan ini, Letjen Ahmad Yani selaku Menpangad dgn tegas menyatakan bahwa Dewan Jenderal tidak ada, yang ada adalah Dewan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) yg bertugas memberi masukan atau pendapat kepada Menpangad tentang kepangkatan dan jabatan Perwira Tinggi di tubuh TNI Angkatan Darat. Bahkan Jenderal Nasution juga memastikan bila Dewan Jenderal memang tidak ada. Merasa kurang puas dgn penjelasan Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal Nasution, Sukarnopun berusaha mencari kejelasan lebih lanjut. Sukarno memberi perintah pada Brigjen Sjafiudin untuk mencari tahu nama nama yang dimaksud, lalu didapat 9 nama.
Inilah ke 9 nama yg disodorkan Brigjen Sjafiudin ;
1 Jenderal AH Nasution (Menko Pangap/KASAB),
2 Letjen Ahmad Yani (Menpangad),
3 Mayjen R Soeprapto (Deputy II Menpangad)
4 Mayjen MT Haryono (Deputy III Menpangad)
5 Mayjen S Parman (Asisten I Menpangad bidang Intelejen)
6 Mayjen Djamin Ginting (Asisten II Menpangad bidang Operasi)
7 Brigjen DI Panjaitan (Asisten IV Menpangad bidang Logistik)
8 Brigjen Sutoyo (Inspektur Kehakiman AD)
9 Brigjen Sukendro (Asintel Mayjen S Parman).

Akhirnya Sukarno memberi sinyal untuk menindak mereka tapi bulan berganti bulan tak ada perkembangan. Lalu atas bisikan PKI, Sukarno menemukan ide yg dianggapnya cemerlang (menurut pikirannya berdasarkan pengalaman Lenin, Stalin, Mao Tse). Lalu Sukarno memberi tender kepada Letkol Untung (berdasarkan rekomendasi Brigjen Sabur), untuk menindak para Jenderal. Ditentukan tanggalnya & dipilih bulan Oktober dgn alasan ingin mensejajarkan diri dengan Sovyet & China yg sdh lebih dahulu terkenal dgn Revolusi Oktobernya. Bahkan dalam beberapa kesempatan Sukarno selalu menyebut peristiwa G30S dgn istilah “GESTOK”. Sukarno menolak penggunaan istilah Gestapu atau G30S.

Sesuai perencanaan, Operasi penindakan para jenderal mulai dijalankan. Supply persenjataan diperoleh dari Marsekal Oemar Dhani yg merupakan Menpangau waktu itu. ( TNI AU baru melaporkan kehilangan senjata setelah senjata2 tsb disita lewat pertempuran di wilayah Lubang Buaya). Berdasarkan kesaksian keluarga para jenderal yg menjadi korban, ternyata pada malam kejadian telepon selalu bordering tiap jam hanyak untuk menanyakan keberadaan para jenderal, apakah ada di rumah atau tidak. Pada dini hari pukul 4.00 Wib operasi penindakan para jenderal pun dijalankan. Satu persatu para jenderal diculik dari rumah mereka masing-masing. Namun operasi penindakan para jenderal ini Gagal Total karena ternyata Nasution berhasil meloloskan diri. . Walau tahu kalo operasi penindakan para jenderal gagal, namun operasi tetap dijalankan. Pada pagi harinya Letkol Untung mengumumkan berita sebaliknya melalui RRI. Letkol Untung memberitakan kesuksesan Dewan Revolusi menghabisi para jenderal yg dianggap menghalangi Revolusi yg dicanangkan Sukarno. Pengumunan ini ternyata mendapat sambutan diberbagai daerah, seperti Jogjakarta, dimana Kolonel Katamso dan Letkol Sugijono diculik dan dibunuh. Bahkan dibeberapa daerah, para anggota PKI & simpatisan PKI mulai menebar ancaman yg membuat rakyat menjadi kian ketakutan.

Dalam persembunyiannya, Jenderal Nasution mengakui kalo dirinya merasa gamang dlm menentukan siapa kawan dan siapa lawan yg sebenarnya. Akhirnya Nasution memilih KOSTRAD sebagai tempat berlindung walau diketahui sebetulnya sebagai Benteng Pengendali Keamanan Ibukota adalah KODAM JAYA. . Menjelang sore sekitar pukul 4 lewat akhirnya Jenderal Nasution masuk ke Markas KOSTRAD. Jenderal Nasutionpun memberi perintah kepada Mayjen Suharto untuk mengambil alih komando TNI AD dan mengendalikan situasi. Menindak lanjuti perintah Jenderal Nasution, Mayjen Suharto mengirim telegram ke seluruh Kodam memberitahukan tentang selamatnya Jenderal Nasution dan memerintahkan untuk bersiaga penuh. Mayjen Suhartopun memberi perintah kepada Kolonel Sarwo Edhie untuk segera merebut RRI & menguasai Halim (daerah Lubang Buaya yg merupakan tempat pelatihan militer para Pemuda Rakyat). ). Sejarah mencatat, dari 3 Menteri Panglima yg tersisa hanya Menpangal Laksamana RE Martadinata yg menjenguk Jenderal Nasution saat berada di Kostrad pasca kejadian. Usai mendengar kesaksian Jenderal Nasuton, Laksamana RE Martadinata menyatakan sikap TNI AL yg mendukung TNI AD untuk melawan PKI. Namun sayang, sikap ini justru membuat karier militernya tamat, karena pada tgl 21 Februari 1966, Laksamana RE Martadinata dicopot jabatannya sbg Menpangal.

Ternyata selamatnya Jenderal Nasution menjadi blunder bagi Sukarno, apalagi saat ditangkap, Letkol Untung memberi daftar 60 nama prajurit Cakrabirawa yg terlibat langsung. Harap diingat, pada malam peristiwa Letkol Untung memberi memo kpd Sukarno saat seminar para Arsitek. Setelah membaca memo tersebut Sukarno menyelipkan ucapan yg dikutip dari kisah Ramayana/Mahabrata tentang membunuh saudara kandung demi pencapaian tujuan. Perlu diketahui, sehari sebelum peristiwa terjadi ternyata Sukarno sdh menjanjikan posisi Menpangad kepada Mayjen Mursjid yg merupakan orang nomor 2 di Kemenpangad waktu itu. Mayjen Mursjid adalah Deputy I Menpangad yg tdk turut menjadi target saat itu padahal Deputy II & Deputy III turut menjadi korban saat itu.

Para Antek2 PKI yg berkedok Sukarnois mencoba memelintir peristiwa G30S dgn mengabaikan “Selamatnya” Jenderal Nasution. Padahal beliaulah yg membuat semua skenario Sukarno menjadi berantakan. Lalu tindakan Sukarno yang justru mencopot jabatan Jenderal Nasution dari jabatannya sebagai Menko Pangap/Kasab, semakin memperkuat kecurigaan akan keterlibatan Sukarno. Tindakan pencopotan ini seolah menunjukan kalo Sukarno Tidak Suka kalo Nasution berhasil selamat.

Pasca peristiwa pembunuhan para jenderal di Lubang Buaya, situasi Eskalasi politik semakin memanas. Rakyat mulai turun kejalan menuntut pembubaran PKI tapi Sukarno seolah tak bergeming membela keberadaan PKI. Bahkan saat berpidato didepan Front Nasional tgl 13 Februari 1966, di daerah Senayan, Sukarno kembali dgn lantang memuji PKI dgn mengatakan, “Di Indonesia ini tidak ada partai yang pengorbanannya terhadap Nusa dan Bangsa sebesar PKI”. Mendengar pidato Sukarno yang keukeuh membela PKI, tuntutan mahasiswa dan rakyat semakin menguat untuk melengserkan Sukarno. Menghadapi tuntutan mahasiswa dan rakyat yang semakin meluas, akhirnya Sukarno mengeluarkan SP 11 Maret ditahun 1966, yang isinya memerintahkan Letjen Suharto sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat untuk segera mengendalikan situasi dan keadaan dengan mengambil tindakan yang dianggap perlu demi menjaga keamanan dan kestabilan pemerintahan. Namun Sukarno cukup cerdik dengan menyelipkan perintah untuk menjaga dan menjamin keselamatan pribadinya. Sukarno menyelipkan perintah untuk menjaga dan menjamin keselamatan pribadinya dengan menyematkan berbagai gelar yang disandangnya. Berdasarkan SP 11 Maret, Letjen Suharto mulai mengadakan pembersihan atas unsur-unsur PKI di pemerintahan termasuk menangkapi beberapa menteri dan pejabat yang terlibat PKI. Tindakan Letjen Suharto mendapat kritikan dari Sukarno yang ditanggapi Suharto dengan memasang dirinya sebagai tameng untuk menjaga nama baik Sukarno. Lihat juga Video ini : https://www.youtube.com/watch?v=WE_Z-T4xY1g ("PAK HARTO Bicara Tentang BUNG KARNO, PKI, G30S dan SUPERSEMAR").

Pasca terbitnya SP 11 Maret, situasi keamanan Negara mulai terkendali. Gejolak demontrasi anti pemerintah mulai mereda. Namun situasi kembali memanas saat Sukarno mengawini gadis belia, Heldy Jaffar yang berusia 18 tahun dibulan Mei 1966. Perkawinan ini menjadi puncak kemarahan rakyat dan menjadi bukti “Ketidak Pedulian” Sukarno terhadap kondisi dan situasi Negara. Rakyat melihat ternyata Sukarno lebih mementingkan kepentingan pribadinya dibanding kepentingan Bangsa dan Negara. Akhirnya tuntutan rakyat dijawab oleh MPRS yang diketuai oleh Jenderal AH Nasution. Pada bulan Juni 1966, Sukarnopun diseret ke SU MPRS untuk dimintai pertanggung jawaban. Inilah awal kejatuhan Sukarno dimana 2 nota pembelaannya yang diberi judul Nawaksara I dan II ditolak oleh MPRS. Mandat Sukarno sebagai Presidenpun dicabut MPRS pada bulan Maret 1967. Selanjutnya MPRS memilih dan mengangkat Letjen Suharto sebagai Plt Presiden. Terlukis kesan ketidak relaan di wajah Sukarno atas pencopotan dirinya dari kedudukan Presiden.
Berdasarkan Tap MPRS no 33 tahun 1967, MPRS memerintahkan kepada Plt Presiden, Jenderal Suharto untuk melakukan proses hukum kepada Sukarno sesuai ketentuan hukum yg berlaku, namun Suharto hanya mengenakan status Tahanan Rumah tanpa pernah berusaha mengajukan Sukarno untuk diadili. Mikhul Dhuwur Mendhem Jero menjadi alasan Suharto agar Bangsa Indonesia tdk memperlakukan Sukarno seperti pesakitan/pecundang. Sikap Suharto ini dipertegas dgn pidatonya pada tahun 1968 didepan Sidang MPRS untuk lebih mencurahkan tenaga & pikiran dalam menghadapi masa depan bangsa Indonesia.

Pada kenyataannya, Suharto memang tidak pernah mengajukan Sukarno kedepan sidang pengadilan manapun. Malah sebagai bentuk penghormatan, pada tahun 1986 Suharto memberikan gelar Pahlawan Proklamasi kepada Sukarno & Hatta. Mendirikan Tugu Proklamasi untuk menghormatinya serta menyematkan nama Sukarno-Hatta pada nama Bandara Internasional Indonesia. Dan terakhir, Suharto menyematkan foto Sukarno-Hatta pada lembaran uang kertas Rp.100.000,- 

Kronologis Kejadian G30S diatas ditulis oleh beberapa mantan Aktivis 66. Bagi yg merasa keberatan dengan kronologis diatas, dimohon untuk menuliskan sebuah kronologis pembanding. Dipersilahkan untuk memasukan semua asumsi dan tuduhan yg dialamatkan kepada Pak Harto, tapi dengan tidak melupakan sosok Jenderal Nasution yg berhasil selamat waktu itu. Bila tidak memasukan situasi selamatnya Jenderal Nasution berarti itu bukanlah peristiwa G30S.
SEMOGA KRONOLOGIS INI DPT MENJELASKAN TENTANG PERISTIWA G30S THN ’65.

NB. Bila ada yg merasa keberatan dgn kronologis diatas silahkan dibantah dgn cara menulis kronologis pembandingnya, tapi dgn syarat untuk tidak melupakan 4 kejadian Fakta Sejarah ini.
1. Kejadian selamatnya Jenderal Nasution.
2. Kejadian Jenderal Nasution berlindung ke Markas Kostrad.
3. Kejadian Jenderal Nasution menjadi Ketua MPRS.
4. kejadian MPRS mencabut mandat Sukarno sbg Presiden.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sukarno & PKI Dalang Peristiwa G30S"

Posting Komentar